Posted by: Heru Legowo | March 20, 2011

Medan Magnit Ternyata Benar Ada


 

Bukit Magnet - Madinah

Di televisi penulis sempat melihat di tanah suci ada lokasi dimana, mobil dapat bergerak hanya karena tarikan medan magnet dari bumi. Sungguh ajaib, bagaimana mungkin itu terjadi? Dan awal bulan Maret ini penulis berkesempatan dapat menyaksikan dengan mata kepala sendiri keajaiban ini. Hari itu, kami bersama berkesempatan berziarah di tempat-tempat bersejarah pada masa Rasulullah, antara lain : Jabbal Uhud, masjid Quba dan beberapa tempat lainnya. Penulis mengusulkan untuk dapat menyaksikan medan magnet ini. Jadilah kami berangkat. Bus besar yang membawa kami berwarna merah dengan tulisan Abdulelah Ali M. Magrabi, kapasitasnya 50-an orang.

Kami meninggalkan Jabbal Uhud, dan berada di jalan lurus beraspal hotmix mulus menuju Bukit Magnet. Sebenarnya kami nggak tahu nama bukit yang sebenarnya, untuk memudahkan sebutan pemandu kami hanya mengatakan begitu. Sopir kami Muhammad Ali, orang Arab dan ternyata baru kali ini ke arah bukit Magnet ini. Kanan kiri jalan bukit-bukit karang yang mengapit jalan, atau barangkali tepatnya jalan ini dibuat menerobos deretan bukit-bukit karang. Pada beberapa tempat, tampak bukit yang dipotong, agar jalan dapat menembjs lurus. Melihat bekas pahatannya, pasti bukit ini keras sekali. Tidak banyak kendaraan yang searah mau pun yang berlawanan arah. Jarak bukit Magnet dari Madinah berkisar antara 20 km.

Kira-kira di pertengahan jalan menuju ke Bukit Magnet, jalan mulus dan tampak rata, tetapip emandu kami mengatakan bahwa bus seakan di tarik ke belakang. Sopir menginjak pedal gas dalam-dalam, tetapi bus berjalan melambat. Ada daya tarik yang seakan menahan laju bus. Pada posisi yang terasa medan magnet ini bekerja paling kuat, ada sebuah sedan sedang parkir di jalan. Di tepi jalan, keluarga Arab tampak sedang mengamati efek dari medan magnet ini dan memperhatikan laju bus kami. Jam 10 pagi waktu Madinah, kami sampai di lokasi. Ini jalan buntu.

 

Lokasi Bukit Magnet

Pada posisi ini ada lingkaran jalan dimana kendaraan berputar balik kembali ke Madinah. Kami berhenti sebentar, turun dari bus merasakan situasi, mengambil beberapa foto sambil memperhatikan bukit-bukit kering di sekitar kami. Tidak ada yang istimewa, di sekitar kami bukit-bukit yang tidak begitu tinggi tampak keras dan gersang. Jadi, penulis membayangkan bagaimana dulu, musafir bergerak dari satu daerah ke daerah lain melewati medan yang begini keras. Lepas dari perbukitan ini, akan berhadapan dengan padang pasir yang panas dan berangin keras. Air pasti sulit sekali. Benar-benar sebuah negeri yang keras, yang pasti membawa penduduknya berwatak keras! Di tempat yang tandus dan terpencil ini, 3 orang pekerja cleaning service, dengan pakaian khasnya baju seragam kuning terang dan celana orange, tampak memperhatikan kami semua. Mereka memang tidak pernah menengadahkan tangan untuk meminta, tetapi sorot matanya mengatakan mereka mengharapkan sesuatu. Layaknya petugas cleaning service di toilet Bandara Soekarno Hatta.

Kami tidak berlama-lama disini, tidak banyak yang dilihat dan juga sinar matahari kuat menyengat. Setelah mengambil beberapa gambar untuk kenang-kenangan kami masuk ke bus kembali. Muhammad Ali, sopir kami ngomong dalam bahasa Arab yang tidak kami mengerti dan penulis menjawab dalam bahasa Jawa. Sama-sama nggak ngerti, biar sajalah. Tetapi bahasa tubuhnya mengatakan cukup bersahabat. Bus pun berjalan perlahan-lahan. Di sekitar lokasi, ada beberapa kendaraan yang sedang parkir dan penumpangnya keluar menikmati situasi.

 

Mohammed Ali driver kami

Kira-kira 15 menit, penulis bergeser ke depan duduk disebelah sopir. Mencoba bertanya dalam bahasa Inggris, tetapi Muhammad Ali nggak bisa njawab. Dan terjadilah percakapan yang lucu dengan bahasa yang berbeda. Arab dan Jawa. Kami hanya saling membaca dari bahasa tubuh kami dan bahasa kode. Ternyata komunikasi pun bisa juga terjadi!

 

Muhammad Ali menunjuk ke spedometer dan mengangkat kakinya dari pedal gas, ternyata bus berjalan sendiri. Penulis nggak percaya dan meminta dia untuk menetralkan posisi persnelling. Dan ajaib. Bus ternyata memang berjalan sendiri! Penulis perhatikan spedometer, dan bus ini berjalan semakin cepat. Jarum kilometernya bergerak dari 80, 90, 100 dan menyentuh angka 120! Muhammad Ali yang juga baru pertama kali kesini, menggeleng-gelengkan kepalanya. Jadi benar, ada kekuatan yang tidak kasat mata yang menarik bus sebesar ini meluncur di jalanan yang mulus dan sepi ini.

Beberapa menit kemudian, di tepi kanan jalan kami ada 2 orang yang dari pakaiannya tampaknya mereka dari India, mereka dengan antusias melambaikan tangan dan memberi isyarat kami untuk berhenti. Muhammad Ali menginjak rem, dan bus berhenti pada posisi yang sedikit agak menanjak. Kemudian mereka saling bicara dalam bahasa yang penulis nggak ngerti.

 

Jalan rata, lurus dan mulus - spedometer menunjuk 120 dan terus bergerak naik

Setelah itu, Muhammad Ali menetralkan pernelling, mengangkat ke dua kakinya dari posisi rem dan kopling, tangannya siap di setir … Dan, bus pun bergerak perlahan-lahan. Ajaib, bus dengan kapasitas 50-an orang ini bergerak sendiri! Dan 2 orang India di tepi jalan berteriak-teriak dengan wajah gembira, sambil melambaikan tangannya. Bus berjalan semakin cepat, akselerasinya sungguh mengagetkan. Dalam waktu sebentar saja spedometernya sudahyentuh angka 120. Dan Muhammad Ali beberapa kali harus menginjak rem untuk menjaga agar bus tetap dalam kondisi stabil. Kalau tidak, bus ini bisa liar dan tidak terkendali oleh tarikan medan magnet yang luar biasa kuat. Subhanallah.

Jalan tampak rata, lurus dan mulus. Bus berjalan selama lebih kurang 5 menit, sebelum efek dari medan magnet ini terasa menurun dan kemudian menghilang. Muhammad Ali kemudian memasukkan gigi persnelling dan mulai menginjak pedal gas. Dia tertawa dan ngomong. Penulis nggak ngerti maksudnya : “Wis rampung to … mbuh wis aku ora ngerti karepmu Ali. Syukron.” dan Ali juga mengangguk sambil tertawa.

Bis berjalan mulus, spedometer menunjuk angka 100. Jalanan sepi dan mulus. Kanan kiri masih bukit-bukit gersang, sesekali ada bangunan di tepi jalan. Penulis membayangkan, 14 abad yang lalu, pada jaman Rasulullah betapa kerasnya situasi alam disini …


Responses

  1. Subhanallah….!!!

  2. Explanation

    The slope of gravity hills is an optical illusion, although sites are often accompanied by claims that magnetic or even supernatural forces are at work.

    The most important factor contributing to the illusion is a completely or mostly obstructed horizon; without a horizon, judging the slope of a surface is difficult as a reliable reference is missing. Objects one would normally assume to be more-or-less perpendicular to the ground (such as trees) may actually be leaning, offsetting the visual reference. The illusion is similar to the well-known Ames room, in which balls can also appear to roll against gravity.

    http://en.wikipedia.org/wiki/Gravity_hill

    • Thank You very much for clear explanation …


Leave a comment

Categories